Beranda | Artikel
Rahasia Berkahnya Sahur - Syaikh Abdus Salam asy-Syuwaiir #NasehatUlama
Kamis, 21 April 2022

Rahasia Berkahnya Sahur – Syaikh Abdus Salam asy-Syuwai’ir #NasehatUlama

Ya, ini adalah hadis Anas, yang mengabarkan bahwa Nabi Ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Makan sahurlah, karena dalam makanan sahur ada keberkahan.” (HR. Bukhari) Saẖūr adalah makanan, yang dimakan. Adapun Suẖūr—dengan Ḍammah—adalah perbuatannya, seperti Waḍūʾ dan Wuḍūʾ. Waḍūʾ adalah air yang dipakai untuk wudu, dengan dibawa dalam sebuah wadah yang berisi Waḍūʾ atau air. Adapun Wuḍūʾ adalah perbuatannya.

Jadi, sahur yang dikabarkan oleh Nabi Ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam terdapat keberkahan adalah makanan sahur, makanan sahurnya. Baiklah. Sabda Nabi Ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, “Makan sahurlah, …” artinya makanlah makanan sahur.

Kita ambil dua faedah dari kalimat ini:

Pertama, disunahkannya makan sahur. Ini sangat jelas dan gamblang, karena Nabi Ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya, dan perintah di sini adalah perintah yang sifatnya sunah. Dalil yang menunjukkan bahwa ini adalah perintah sunah, karena beliau Ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam pernah menyambung puasanya (Wishāl).

Namun beliau melarang puasa Wishāl. Beliau telah melarangnya. Sehingga, perbuatan Wishāl beliau Ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam menunjukkan bahwa sahur tidaklah wajib. Namun, puasa Wishāl dilarang oleh Nabi Ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, namun tidak dengan yang lainnya.

Faedah kedua, kita bisa mengetahui kapan waktu makan sahur, bahwa waktu sahur dalam bahasa Arab bermakna separuh malam yang terakhir. Oleh sebab itu, para ulama mengatakan bahwa makanan yang dimakan setelah berlalunya separuh malam disebut makanan sahur. Maka, waktu makan sahur adalah setelah separuh malam.

Adapun sebelum berlalu separuh malam, maka tidak disebut sahur. Adapun sabda Nabi Ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, “… karena dalam makanan sahur ada keberkahan.” artinya bahwa dalam makanan sahur terdapat keberkahan, karena keberkahan artinya sesuatu yang sedikit namun berkembang dan diambil manfaatnya secara sempurna. Sudah diketahui bahwa seseorang jika makan, kemudian berhenti makan, maka apa yang dia makan paling akhir akan menjadi tenaga bagi tubuhnya, dan menetap di dalamnya. Jika dia makan sesuatu, kemudian memakan sesuatu yang lain, maka makanan yang pertama bisa saja hilang, dan yang kedua yang tersisa, sehingga apa yang dia makan terakhir, itulah yang akan tetap ada. Inilah yang lebih tepat dalam memaknai keberkahan di sini, bahwa yang berkah adalah makanannya, karena beliau bersabda, “… Saẖūr…” yaitu dalam makanannya. Oleh sebab itulah, Nabi Ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam mewasiatkan agar bersahur dengan dua perkara:

(1) beliau mewasiatkan agar bersahur dengan kurma, (2) dan menyuruh agar bersahur dengan tegukan air putih, karena dua perkara ini adalah beberapa di antara asupan yang mana tubuh sangat bergantung kepada manfaat-manfaat dari keduanya. Oleh sebab itu, Imam an-Nawawi menguatkan pendapat bahwa keberkahan terdapat pada makanannya saja, bukan pada perbuatannya, melainkan pada makanannya, agar bisa menguatkan badan untuk beribadah.

================================================================================

نَعَمْ هَذَا حَدِيثُ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ

تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً

السَّحُورُ هُوَ الطَّعَامُ الَّذِي يُؤْكَلُ

وَأَمَّا السُّحُورُ بِالضَّمِّ فَهُوَ الْفِعْلُ

مِثْلُ الْوَضُوءِ وَالْوُضُوءِ

الْوَضُوءُ الْمَاءُ الَّذِي تُوَضَّأَ

فَأُوتِيَ بِتَوْرٍ فِيهِ مَاءٌ فِيهِ الْوَضُوءُ

وَأَمَّا الْوُضُوءُ فَإِنَّهُ الْفِعْلُ

فَالسَّحُورُ الَّذِي جَعَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيهِ بَرَكَةٌ

هُوَ طَعَامُ السَّحُورِ

طَعَامُ السَّحُورِ طَيِّبٌ

قَوْلُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: تَسَحَّرُوا

أَيْ كُلُوا أَكْلَةَ السَّحَرِ

نَسْتَفِيدُ مِنْ هَذِهِ الْجُمْلَةِ أَمْرَانِ

الْأَمْرُ الْأَوَّلُ اسْتِحْبَابُ السَّحُورِ

وَهَذَا وَاضِجٌ وَبَيِّنٌ

لِأَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِهِ

وَالْأَمْرُ هُنَا أَمْرُ نَدْبٍ

وَالدَّلِيلُ عَلَى أَنَّهُ أَمْرُ نَدْبٍ

أَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَصِلُ

وَلَكِنَّهُ نَهَى عَنِ الْوِصَالِ

أَنَّهُ نَهَى عَنِ الْوِصَالِ

فَفِعْلُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْوَصْلِ يَدُلُّ

عَلَى أَنَّ السَّحُورَ لَيْسَ وَاجِبًا

لَكِنَّ الْوِصَالَ هُوَ الَّذِي نَهَى عَنْهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

دُونَ مَا عَدَا

الْأَمْرُ الثَّانِي أَنَّنَا نَعْرِفُ مَتَى يَكُونُ وَقْتُ أَكْلَةِ السَّحُورِ

فَإِنَّ السَّحَرَ يُطْلَقُ فِي لِسَانِ الْعَرَبِ عَلَى نِصْفِ اللَّيْلِ الْأَخِيرِ

وَلِذَلِكَ فَإِنَّ الْفُقَهَاءَ يَقُولُونَ

إِنَّ كُلَّ أَكْلَةٍ تَكُونُ بَعْدَ نِصْفٍ… بَعْدَ نِصْفِ اللَّيْلِ

تَكُونُ سَحُورًا

فَلِذَلِكَ وَقْتُهَا بَعْدَ نِصْفِ اللَّيْلِ

قَبْلَ نِصْفِ اللَّيْلِ لَا يُسَمَّى تَسَحُّرًا

وَقَوْلُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً

أَيْ إِنَّ فِي طَعَامِ السَّحُورِ بَرَكَةً

إِذِ الْبَرَكَةُ الشَّيْءُ الْقَلِيلُ يَنْمُو

فَتُؤْخَذُ فَائِدَتُهُ كَامِلَةً

فَمَعْلُومٌ أَنَّ الشَّخْصَ إِذَا أَكَلَ ثُمَّ بَعْدَ ذَلِكَ انْقَطَعَ عَنِ الْأَكْلِ

فَإِنَّ آخِرَ مَا يَأْكُلُهُ

يَكُونُ يَعْنِي… مُغَذِّيًا لِلْجَسَدِ بَاقٍ فِيهِ

لَوْ أَكَلَ شَيْئًا ثُمَّ أَكَلَ بَعْدَهُ شَيْئًا آخَرَ

الشَّيْءُ الْأَوَّلُ قَدْ يَذْهَبُ الدَّفْعُ الثَّانِي لَهُ

لَكِنْ آخِرُ مَا يَأْكُلُ هُوَ الَّذِي يَبْقَى

وَهَذَا هُوَ الْأَقْرَبُ فِي مَعْنَى الْبَرَكَةِ هُنَا

أَنَّ الْبَرَكَةَ فِي الطَّعَامِ لِأَنَّهُ قَالَ: (فِي) السَّحُورِ = فِي الطَّعَامِ

وَلِذَلِكَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْصَى

بِأَمْرَيْنِ تَسَحَّرَ بِهِمَا

أَوْصَى بِأَنْ يُتَسَحَّرَ عَلَى تَمْرٍ

وَأَوْصَى بِأَنْ يُتَسَحَّرَ بِجُرْعَةِ الْمَاءِ

هَذَانِ الْأَمْرَانِ مِنَ الْأَشْيَاءِ

الَّتِي لَا غِنَى لِلْبَدَنِ عَنْهَا فِي فَوَائِدِهَا

وَذَلِكَ رَجَّحَ النَّوَوِيُّ أَنَّ الْبَرَكَةَ إِنَّمَا هِيَ فِي الطَّعَامِ

لَيْسَ فِي الْفِعْلِ وَإِنَّمَا فِي الطَّعَامِ

لِيَتَقَوَّى بِهَا بَعْدَ ذَلِكَ جَسَدُهُ عَلَى الْعِبَادَةِ

 


Artikel asli: https://nasehat.net/rahasia-berkahnya-sahur-syaikh-abdus-salam-asy-syuwaiir-nasehatulama/